Kematian Saul

“Mereka merampasinya dan mengambil kepala Saul dan senjata-senjatanya… Kemudian mereka menaruh senjata-senjata Saul di kuil allah mereka, tetapi batu kepalanya dipakukan mereka di rumah Dagon.” (1 Tawarikh 10:9)



Bacaan hari ini: 1 Tawarikh 10 | Bacaan setahun: 1 Tawarikh 9-10

Pepatah Tionghoa berkata ⼈ 算 不 如 天 算 (Rén suàn bùrú tiān suàn). Artinya hampir sama dengan pepatah bahasa Inggris, “Life doesn’t always turn out the way you plan.” Saul di sepanjang hidupnya telah merencanakan berbagai macam siasat untuk menyingkirkan Daud demi mempertahankan takhta dan kerajaannya, serta bermaksud mewariskannya kepada anaknya, Yonatan (1Sam.20:31). Namun pada akhirnya, Saul dan anak-anaknya harus mengalami kematian tragis dan mengenaskan. Alkitab mencatat bahwa Saul mati bunuh diri di medan pertempuran karena mengalami kekalahan besar melawan orang Filistin. Ia memilih bunuh diri karena tidak mau dipermainkan oleh tentara Filistin (1Taw.10:4). Saul tidak mati seorang diri; ketiga anaknya, yaitu Yonatan, Abinadab dan Malkisua, ikut tewas dalam peperangan yang sama (1Taw.10:2).

Sekalipun sudah mati, orang Filistin tidak melepaskan Saul. 1 Tawarikh 10:8-10 mencatat, pada keesokan harinya ketika orang Filistin melihat Saul dan anak-anaknya tewas, mereka merampasi senjatanya dan memenggal kepala Saul. Senjata-senjata Saul mereka taruh di dalam kuil allah mereka, dan batu kepala Saul dipakukan di rumah Dagon, allah orang Filistin.

Mengapa Saul matinya sedemikian mengenaskan dan menyedihkan? I Tawarikh 10:3-14 memberi penjelasan teologis, Saul mati adalah karena perbuatannya tidak setia kepada Tuhan, oleh karena ia tidak berpegang pada firman Tuhan, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, dan tidak meminta petunjuk Tuhan. Penulis Tawarikh sengaja memberikan penekanan yang sangat jelas, bahwa “Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai.”

Kisah akhir hidup Saul ini tentu mengingatkan dan menyadarkan kita bahwa hidup ini memang tidak akan selalu berjalan sesuai dengan rencana kita, melainkan kehendak Allah. Maka dari itu, belajarlah hidup bersandar dan mengandalkan Tuhan, berpegang pada firman dan taat pada pimpinan Tuhan, jangan bersandar kepada hikmat, kepintaran dan kekuatan sendiri, apalagi menjalani hidup dengan cara yang tidak berkenan di hati Tuhan.

STUDI PRIBADI: Dengan sikap dan cara bagaimana Anda menjalani hidup sehari-hari? Hal apa yang sering membuat Anda gagal untuk hidup berserah dan bersandar kepada TUHAN?

Pokok Doa: Berdoa untuk pribadi, keluarga, dan jemaat Tuhan, agar dalam kehidupan sehari-hari, setiap kita bisa setia berpegang pada Firman, serta hidup bersandar dan berserah kepada TUHAN. 

Sharing Is Caring :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *