“Ah, kiranya aku seperti dalam bulan-bulan yang silam, seperti pada hari-hari, ketika Allah melindungi aku, ketika pelita-Nya bersinar di atas kepalaku, dan di bawah terang-Nya aku berjalan dalam gelap.” (Ayub 29:2-3)
Bacaan hari ini: Ayub 29:1-25 | Bacaan tahunan: Ayub 28-29
Ayub 28
Manusia tidak dapat menemukan hikmat
1 “Memang ada tempat orang menambang perak dan tempat orang melimbang emas;
2 besi digali dari dalam tanah, dan dari batu dilelehkan tembaga.
3 Orang menyudahi kegelapan, dan batu diselidikinya sampai sedalam-dalamnya, di dalam kekelaman dan kelam pekat.
4 Orang menggali tambang jauh dari tempat kediaman manusia, mereka dilupakan oleh orang-orang yang berjalan di atas, mereka melayang-layang jauh dari manusia.
5 Tanah yang menghasilkan pangan, dibawahnya dibongkar-bangkir seperti oleh api.
6 Batunya adalah tempat menemukan lazurit yang mengandung emas urai.
7 Jalan ke sana tidak dikenal seekor burung buaspun, dan mata elang tidak melihatnya;
8 binatang yang ganas tidak menginjakkan kakinya di sana dan singa tidak melangkah melaluinya.
9 Manusia melekatkan tangannya pada batu yang keras, ia membongkar-bangkir gunung-gunung sampai pada akar-akarnya;
10 di dalam gunung batu ia menggali terowongan, dan matanya melihat segala sesuatu yang berharga;
11 air sungai yang merembes dibendungnya, dan apa yang tersembunyi dibawanya ke tempat terang.
12 Tetapi di mana hikmat dapat diperoleh, di mana tempat akal budi?
13 Jalan ke sana tidak diketahui manusia, dan tidak didapati di negeri orang hidup.
14 Kata samudera raya: Ia tidak terdapat di dalamku, dan kata laut: Ia tidak ada padaku.
15 Untuk gantinya tidak dapat diberikan emas murni, dan harganya tidak dapat ditimbang dengan perak.
16 Ia tidak dapat dinilai dengan emas Ofir, ataupun dengan permata krisopras yang mahal atau dengan permata lazurit;
17 tidak dapat diimbangi oleh emas, atau kaca, ataupun ditukar dengan permata dari emas tua.
18 Baik gewang, baik hablur, tidak terhitung lagi; memiliki hikmat adalah lebih baik dari pada mutiara.
19 Permata krisolit Etiopia tidak dapat mengimbanginya, ia tidak dapat dinilai dengan emas murni.
20 Hikmat itu, dari manakah datangnya, atau akal budi, di manakah tempatnya?
21 Ia terlindung dari mata segala yang hidup, bahkan tersembunyi bagi burung di udara.
22 Kebinasaan dan maut berkata: Hanya desas-desusnya yang sampai ke telinga kami.
23 Allah mengetahui jalan ke sana, Ia juga mengenal tempat kediamannya.
24 Karena Ia memandang sampai ke ujung-ujung bumi, dan melihat segala sesuatu yang ada di kolong langit.
25 Ketika Ia menetapkan kekuatan angin, dan mengatur banyaknya air,
26 ketika Ia membuat ketetapan bagi hujan, dan jalan bagi kilat guruh,
27 ketika itulah Ia melihat hikmat, lalu memberitakannya, menetapkannya, bahkan menyelidikinya;
28 tetapi kepada manusia Ia berfirman: Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi.”
Ayub 29 : 1-25
Kemuliaan yang dahulu dan kesengsaraan yang sekarang
1 Maka Ayub melanjutkan uraiannya:
2 “Ah, kiranya aku seperti dalam bulan-bulan yang silam, seperti pada hari-hari, ketika Allah melindungi aku,
3 ketika pelita-Nya bersinar di atas kepalaku, dan di bawah terang-Nya aku berjalan dalam gelap;
4 seperti ketika aku mengalami masa remajaku, ketika Allah bergaul karib dengan aku di dalam kemahku;
5 ketika Yang Mahakuasa masih beserta aku, dan anak-anakku ada di sekelilingku;
6 ketika langkah-langkahku bermandikan dadih, dan gunung batu mengalirkan sungai minyak di dekatku.
7 Apabila aku keluar ke pintu gerbang kota, dan menyediakan tempat dudukku di tengah-tengah lapangan,
8 maka ketika aku kelihatan, mundurlah orang-orang muda dan bangkitlah orang-orang yang sudah lanjut umurnya, lalu tinggal berdiri;
9 para pembesar berhenti bicara, dan menutup mulut mereka dengan tangan;
10 suara para pemuka membisu, dan lidah mereka melekat pada langit-langitnya;
11 apabila telinga mendengar tentang aku, maka aku disebut berbahagia; dan apabila mata melihat, maka aku dipuji.
12 Karena aku menyelamatkan orang sengsara yang berteriak minta tolong, juga anak piatu yang tidak ada penolongnya;
13 aku mendapat ucapan berkat dari orang yang nyaris binasa, dan hati seorang janda kubuat bersukaria;
14 aku berpakaian kebenaran dan keadilan menutupi aku seperti jubah dan serban;
15 aku menjadi mata bagi orang buta, dan kaki bagi orang lumpuh;
16 aku menjadi bapa bagi orang miskin, dan perkara orang yang tidak kukenal, kuselidiki.
17 Geraham orang curang kuremuk, dan merebut mangsanya dari giginya.
18 Pikirku: Bersama-sama dengan sarangku aku akan binasa, dan memperbanyak hari-hariku seperti burung feniks.
19 Akarku mencapai air, dan embun bermalam di atas ranting-rantingku.
20 Kemuliaanku selalu baru padaku, dan busurku kuat kembali di tanganku.
21 Kepadakulah orang mendengar sambil menanti, dengan diam mereka mendengarkan nasihatku.
22 Sehabis bicaraku tiada seorangpun angkat bicara lagi, dan perkataanku menetes ke atas mereka.
23 Orang menantikan aku seperti menantikan hujan, dan menadahkan mulutnya seperti menadah hujan pada akhir musim.
24 Aku tersenyum kepada mereka, ketika mereka putus asa, dan seri mukaku tidak dapat disuramkan mereka.
25 Aku menentukan jalan mereka dan duduk sebagai pemimpin; aku bersemayam seperti raja di tengah-tengah rakyat, seperti seorang yang menghibur mereka yang berkabung.”
Dalam kesengsaraannya, Ayub kembali merenungkan, mengagumi, dan menikmati kenangan masa lalu yang penuh berkat yang luar biasa dari Tuhan. Betapa indah hidup Ayub; kehidupan yang penuh kebahagiaan, yang berlimpah-limpah susu dan madu. Kemana pun Ayub ada, semua orang menghormatinya dan mengaguminya. Sebagai seorang pemimpin yang takut akan Tuhan, Ayub telah menjadi teladan yang baik bagi orang yang lemah, janda-janda, orang yang sakit, orang miskin, yang putus asa, dan yang jahat pun. Ayub menyatakan kasih dan keadilannya kepada mereka. Sehingga kehadiran Ayub begitu diharapkan oleh banyak orang. Seperti yang Ayub nyatakan dalam ayat 23 dan 25 bahwa, “Orang menantikan aku seperti menantikan hujan, dan menadahkan mulutnya seperti menadah hujan pada akhir musim. Aku menentukan jalan mereka dan duduk sebagai pemimpin; aku bersemayam seperti raja di tengah-tengah rakyat, seperti seorang yang menghibur mereka yang berkabung.”
Bagaimana dengan kehidupan kita sebagai murid Kristus, sudahkah hidup kita menjadi teladan bagi keluarga, rekan bisnis, masyarakat, dan di mana pun kita berada? Hidup sebagai murid Kristus bukanlah hidup seperti orang yang putus asa dan yang tidak bersemangat di tengah-tengah penderitaan dan kesulitan hidup. Melainkan kita belajar untuk senantiasa mengucap syukur dan mengingat akan pertolongan Tuhan di masa lalu. Hal ini lah yang memberikan kekuatan dan semangat serta keyakinan bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan Allah yang hidup, yang tidak pernah berubah dalam kesetiaan akan janji-Nya. Dengan demikian hati kita boleh tinggal tenang di dalam Dia.
Ketika memandang ke belakang maka kita mendapat bahwa langkah hidup Anda dan saya senantiasa dituntun oleh tangan Tuhan yang kuat dan perkasa. Dengan demikian kita dapat berkata bahwa tidak ada hal apapun yang menghalangi kita untuk teguh dan hidup bersandar kepada-Nya.
STUDI PRIBADI: Ketika memandang hidup Anda ke belakang, dalam segala situasi, adakah Anda melihat tangan Tuhan yang menuntun hidup Anda sampai saat ini? Nyatakan syukur Anda kepada-Nya jika Anda boleh menyadarinya.
Pokok Doa: Berdoa bagi jemaat Tuhan yang menjalani masa-masa sulit agar iman mereka diteguhkan dalam Tuhan dan Anda boleh dipakai-Nya menjadi perpanjangan tangan-Nya bagi mereka.