Sang Penabur

“Adalah seorang penabur keluar untuk menaburkan benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis.” (Lukas 8:5)



Ayat Lectio Divina: Lukas 8:5, 8 | Bacaan Alkitab: Lukas 8:4-18

Mayoritas penduduk Palestina di zaman Yesus adalah petani yang menggarap ladang. Sangat mungkin Yesus menceritakan perumpamaan ini ketika Ia sedang melewati lahan, dimana ada warga yang sedang bekerja. Bukankah sebuah perumpamaan adalah cerita kehidupan sesehari yang mudah dipahami?

Metode pertanian di masa itu sungguh sederhana. Benih tinggal ditabur begitu saja. Ada yang jatuh di pinggir jalan yaitu jalan setapak yang menjadi tempat orang berjalan. Tanah yang Tuhan sebutkan itu padat karena sering dilalui dan diinjak orang. Di tanah seperti ini bisa jadi kalau ada orang yang lewat akan menginjak dan merusak benih itu serta terbawa kemana-mana. Bisa juga burung-burung akan datang memakan habis benih-benih itu. Sebagian lagi jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak menunjang benih itu tumbuh dengan baik, lalu mati. Benih yang lain jatuh di semak duri. Mereka tumbuh bersama-sama, tapi akhirnya benih itu terhimpit semak duri sampai mati. Yang terakhir adalah benih itu jatuh di tanah yang baik, setelah tumbuh ia berbuah seratus kali lipat. Ini adalah suatu gaya bahasa hiperbola yang sering dipakai orang Timur untuk menggambarkan hasil yang luar biasa (bandingkan Kej. 26:12). Fokus utama perumpamaan ini bukan pada penabur ataupun benih yang ditabur, tetapi pada kondisi tanahnya. Bukan pada firman atau orang yang memberitakan firman, namun pada orang yang mendengar pesan firman itu (bandingkan Matius 13:20, 22, 23).

Benih yang jatuh di tepi jalan ialah orang yang menerima firman, namun tidak memahami atau tidak mau mendalaminya. Sedangkan benih yang jatuh ke tanah berbatu adalah orang yang sangat bersemangat menyambut firman, namun ketika masalah dan kesulitan datang, benih itu mati. Berikutnya benih yang jatuh di antara semak duri, mungkin benih itu bisa tumbuh bersama semak duri yang menjadi gambaran persoalan dunia sampai akhirnya mati terhimpit semak-semak persoalan duniawi. Sementara Firman Tuhan yang ditabur di hati seseorang yang siap, akan berbuah banyak. Bagaimana kita menyiapkan hati untuk menerima pesan firman Tuhan, jenis tanah apa yang menjadi gambaran hati kita?

STUDI PRIBADI: Bagaimana sikap kita mendengar firman Tuhan dalam ibadah Minggu? Apakah kita fokus mendengarkan firman atau membuka gadget kita? Seberapa banyak firman Tuhan yang kita dengar mewarnai hati kita dan merubah hidup kita?

Pokok Doa: Berdoa agar hati jemaat bisa menjadi tanah yang baik sehingga firman Tuhan yang ditaburkan boleh bertumbuh dan berbuah lebat bagi kemuliaan Tuhan.

×

Kejadian 26 : 12

12 Maka menaburlah Ishak di tanah itu dan dalam tahun itu juga ia mendapat hasil seratus kali lipat; sebab ia diberkati TUHAN.

×

Matius 13 : 20, 22, 23

20 Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira.

22 Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.

23 Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat."

×

Markus 10 : 15-16

15 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya."

16 Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.

×

Yakobus 4 : 7

7 Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!

×

Wahyu 7 : 17

17 Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka."

×

1 Yohanes 4 : 10

10 Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.

×

1 Yohanes 4 : 11

11 Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.

×

1 Yohanes 4 : 12-17

12 Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.

13 Demikianlah kita ketahui, bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita: Ia telah mengaruniakan kita mendapat bagian dalam Roh-Nya.

14 Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia.

15 Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah.

16 Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.

17 Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini.

×

1 Yohanes 4 : 18

18 Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.

×

1 Yohanes 4 : 20a

20a Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta,

×

1 Yohanes 4 : 20b

20b karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.

Sharing Is Caring :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *